Lezatnya Budidaya Varietas Unggul Singkong Gajah dan Manggu

  • Peluang Pasar Masih Besar 
  • Untung Bisa di Atas 50% 
Siapa bilang menanam komoditi murah tidak membawa untung besar ? Buktinya tanaman singkong, dengan pemeliharaan yang mudah, tahan hama, kaya manfaat bahkan bisa hidup tanpa dirawat sekalipun serta banyak permintaan, tetap membuat budidaya singkong menjanjikan. Apalagi dengan hadirnya varian singkong unggul seperti Singkong Gajah dan Singkong Manggu. Nah, sejauh mana prospek dan potensi Singkong Gajah dan Singkong Manggu yang kini menjadi tren ?

Singkong atau ketela pohon memang bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini awalnya dikenal di Brazil dan Paraguay, Amerika Selatan dan masuk ke Indonesia pada abad ke-16 melalui orang Portugis. Kini sudah dikenal beragam macam singkong yang berbeda-beda di setiap daerah. Namun kini ada beberapa jenis singkong yang karena keunggulannya banyak dicari masyarakat secara luas di Indonesia alias tren, yakni Singkong Manggu dan Singkong Gajah. 

Singkong Manggu merupakan singkong asal Jawa Barat yang sudah dikenal lama sejak dulu, sedangkan Singkong gajah berasal dari Kalimantan Timur baru ditemukan tahun 2006 dan mulai dikembangkan tahun 2008. Keduanya sangat jauh berbeda baik dari ukuran dan hasil panen per hektar. Singkong Manggu berukuran kecil dengan hasil panen 75-100 ton/hektar dan berdiameter batang 4-5 cm, sedangkan Singkong Gajah memiliki umbi yang sangat besar dengan diameter batang 8 cm (bisa sampai ukuran paha manusia dewasa) dengan hasil panen 150-200 ton/ha. Kedua singkong tersebut merupakan jenis singkong tersebut merupakan jenis singkong konsumsi karena memiliki rasa yang enak dan bisa diolah menjadi aneka macam makanan. Sebut saja, Brownies Singkong, Keripik Singkong, Getuk, Gaplek, Opak, Gorengan Combro/Misro, Tape, Singkong Goreng, Singkong Bakar, Singkong Rebus dan aneka kue dan masakan lainnya. Olahan terbaru adalah Kerupuk dari kulit singkong dan mocaf. 

Manggu berasa manis, sedangkan Singkong Gajah berasa gurih seperti mengandung mentega. Dua jenis singkong ini tidak mengandung racun, mudah dikupas, dagingnya empuk dan renyah, kadar pati tinggi. Sehingga Singkong Manggu dan Singkong Gajah bias digunakan untuk bahan industry, yakni untuk dijadikan tepung, mocaf dan bahan baku bioetanol. 

Prospek. 

Mneurut F. Rahardi, pengamat agribisnis, usaha budidaya singkong dan pembibitannya akan terus berprospek baik. Budidaya singkong akan terus menguntungkan sampai kapanpun. Sebab kebutuhan singkong nasional, maupun dunia akan terus naik. Anas D. Susila, Kepala University Fram menambahkan bahwa budidaya singkong merupakan salah satu usaha yang tahan krisis. Singkong juga tahan ditanam pada lahan kritis, serta tidak perlu banyak pupuk ataupun perawatan. Peta persaingan usaha kedua jenis singkong ini tidak terlalu ketat. Saat ini pelaku budidaya Singkong Gajah masih sedikit ketimbang Singkong Manggu karena memang Singkong Manggu lebih dulu dikenal. Namun mengingat kebutuhannya yang terus meningkat dan selalu terserap pasar membuat pelaku tak perlu bersaing untuk memasarkan hasil panen. Tanaman Singkong Gajah dan Manggu dapat hidup di segala jenis tanah, asalkan bertekstur gembur dan kaya kandungan bahan organik dengan ketinggian daerah 10-700 mdpl (toleran sampai ketinggian 1.500 mdpl). Adapun sentra penanaman singkong tersebar di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), Lampung dan Kalimantan. 

 Jenis Unggul. 

Varietas unggul adalah varietas/klon yang memiliki potensi hasil tinggi, seragam dan jenis asal-usulnya. Kunci keberhasilan budidaya tanaman jenis unggul adalah bibit yang baik. Bibit Singkong Gajah dan Manggu biasanya didapat dengan cara stek. Berdasarkan data dari Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian) http://www.balitkabi.litbang.deptan.go.id/, stek umbi-umbian yang baik panjangnya cukup untuk ditanam (sekitar 25 cm), diameter stek tidak terlalu besar atau terlalu kecil dan umur tanaman yang siap diambil steknya adalah 2-3 bulan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan penurunan hasil jika menggunakan turunansingkong terus-menerus (F2, F3,…dan turunan seterusnya). Sebab sejauh ini tidak ada perbedaan hasil umbi, asalkan tanaman tersebut dibudidayakan secara optimal dan tidak mengalami stress dilapang. Pembudidaya memperbanyak bibit dengan cara stek dengan memanfaatkan pohon singkong yang berumur diatas 8 bulan. Tak hanya bibit, kunci keberhasilan penjualan singkong adalah dekat dengan pasar, baik dengan industry rumah tangga pengolahan makanan, pasar rakyat ataupun pabrik pengolahan tepung. Umur panen yang singkat dan rasa yang enak sampai saat ini masih terus digunakan masyarakat sebagai patokan nilai ekonomis. Singkong Gajah sudah bias dipanensejak umur 6 bulan dengan rata-rata 20 kg umbi per batang, sedangkan Singkong Manggu bias dipanen sejak umur 7 bulan dengan hasil rata-rata 5-7 kg umbi per batang. Bahkan dari pengalaman Ariyanto pembudidaya Singkong Gajah, dari satu batang pohon bias dipanen umbi singkong sampai 80 kg dan Andi Bunyaman, pembudidaya Singkong Manggu bias memanen umbi singkong dengan bobot mencapai 20 kg dari 1 batang pohon. Sedangkan singkong biasa baru bisa dipanen untuk konsumsi setelah umur 9 bulan dengan hasil umbi 2-3 kg per batang. Pengolahan umbi singkong juga tergantung umur panen, karena semakin tua kandungan patinya semakin banyak sehingga kurang cocok dimakan langsung. Sebagai contoh, Singkong Gajah bisa dimakan langsung jika dipanen umur 6-8 bulan, dan umur 8 bulan ke atas lebih cocok dijadikan makanan olahan, sedangkan singkong umur panen 10 bulan lebih baik dijadikan tepung dan bioetanol. Selain keunggulan tersebut, Singkong Gajah lebih memiliki perakaran yang kuat sehingga bisa menyerap banyak air, yang sangat berguna untuk irigasi dan pengendalian banjir. Kandungan sianida yang relative rendah, membuat daunnya aman bila langsung dimakan hewan ternak tanpa menimbulkan efek negative keracunan sianida, yang bisa membuat kematian akut dengan perubahan warna darah menjadi merah terang. 

Pemasaran. 

Ada baiknya para pelaku usaha selain mempromosikan singkongnya dengan menonjolkan umur panen dan bobot umbi segar, juga menyertakan data kandungan pati (karbohidrat) dalam tiap kg singkong segar. Karena dengan adanya nilai tambah tersebut, pelaku dapat menentukan patokan harga jual dan meningkatkan harga jual singkong ke para pedagang. Saat ini harga jual Singkong Gajah dari kebun Rp. 1000-1200 /kg. bibit Singkong Gajah hanya 500 untuk bibit setinggi 20 cm dan bibit Singkong Manggu Rp. 800 untuk setinggi 130 cm. rantai pemasaran singkong dari kebun ke supplier kemudian ke konsumen, dengan harga jual Rp. 1500-2500/kg untuk Singkong Gajah dan Singkong Manggu Rp. 1600/kg. 
          Cara pengirirman baik bibit atau umbi juga sangat mudah, cukup dimasukkan ke dalam karung plastic karena umbi singkong tidak mudah rusak seperti komoditas pertanian lainnya. Bibit juga cukup diikat setelah dipotong, baru dimasukkan ke dalam kardus besar atau karung plastik. Bahkan bias juga tanpa kemasan. 

Pemula. 

Selain memperhatikan bibit, diharapkan para pelaku pemula juga menggunakan pupuk organic cair dan pupuk hayati, sebab dapat mengurangi biaya penggunaan pupuk anorganik/kimia yang cukup mahal. Kelestarian lingkungan juga tetap terjaga sehingga bekas lahan penanaman tidak keras atau kering. Minimal lahan yang bisa digunakan untuk belajar berbisnis sekitar 1.000 m2, sedangkan untuk skala komersial seluas 1 ha yang modalnya bisa di bawah Rp. 25 juta untuk membiayai 1 periode tanam. Walaupun singkong bisa tetap hidup tanpa dirawat dan dipupuk, tetapi untuk skala komersial dan hasil yang memuaskan, para pelaku sebaiknya memberikan perlakuan tertentu. Seperti Andi Bunyamin, pengusaha Singkong Manggu yang menggunakan pupuk organic cair merek Star Humic yang dicampur dengan pupuk hayati Feng Shou. Hal serupa dilakukan oleh Ariyanto, pengusaha Singkong Gajah yang mengaplikasikan pupuk cair organic MIG-6 Plus pada tanaman Singkong Gajahnya. Dengan perawatan yang intensif bisa dipanen Singkong Gajah dengan berat 80 kg dan satu batang pohon dan Singkong Manggu sampai 20 kg dari 1 batang pohon.

Risiko. 

Untuk mengatasi pasokan panen yang berlimpah dan jatuhnya harga jual, diperlukan pengaturan pola tanam (saat tanam dan umur panen). Atur waktu tanam secara bergantian antara lahan satu dengan lainnya, sehingga umur panen tidak berbarengan antara lahan satu dengan lahan lain. Hal ini juga membuat ketersediaanstok panen kontinu, sehingga dapat membantu pihak industri yang sangat membutuhkan pasokan kontinu. Khusus hama penyakit, untuk budidaya singkong dirasa tidak terlalu terganggu, sebab tanamansudah dipelihara dengan pemberian pupuk yang cukup. 

Untung Besar. 

Baik budidaya Singkong Manggu maupun Gajah, keduanya sama-sama memberikan untung besar, seperti yang dialami Ariyanto, pembudidaya Singkong Gajah dengan keuntungan sampai 75% dan Andi Bunyamin yang membudidayakan Singkong Manggu dengan keuntungan 58%. Hal ini terjadi karena tanaman mudah ditanam dan dirawat serta tidak memerlukan tenaga kerja banyak. Tenaga kerja borongan banyak dibutuhkan hanya ketika proses panen. Biaya produksi juga tidak besar, karena keduanya bisa mengurangi biaya pembelian pupuk kimia dengan menggunakan pupuk organic cair dan pupuk hayati. Eka, Tim Agri

Perhitungan Usaha 

Budidaya Singkong Unggul Singkong kini naik daun. Meski harganya cukup murah, namun kegunaannya semakin beragam, sehingga semakin banyak dibutuhkan baik oleh rumah tangga, industri makanan, industri tepung sampai menjadi bahan bioetanol. Belum lama ini terdapat beberapa jenis singkong yang banyak dicari orang yakni Singkong Gajah dan Singkong Manggu. Keduanya sangat cocok digunakan sebagai bahan baku mocaf, kue, penganan, kripik, dan lainnya. Bagi Anda yang ingin turut ambil bagian memanfaatkan usaha yang murah dan mudah tersebut, berikut kami berikan contoh gambaran perhitungan di awal usaha budidaya singkong jenis gajah. 


Back to Top